SEMUA KARENA MIMPI





“Hahaha jadi kamu tergila-gila sama dia gara-gara mimpimu semalam?” Tania tak mampu lagi membendung pertanyaannya setelah aku menutup ceritaku pagi ini.
            “Bisa jadi iya. Haha udahlah, jam pertama jadwalnya apa?” Aku mengalihkan perhatian kami.
            “Ciee,  Bahasa Jerman. Are you ready???” wajah Tania beralih ke muka serius.
            Yes, I am ready!!!”
            Pagi ini aku memulai kegiatanku dengan curhat seputar mimpiku semalam kepada Tania, sahabat sejak SMP. Matahari yang semenjak pagi bersinar menampakkan keelokannya, menemani pagi indahku hari ini. Mana mungkin sebuah perasaan yang semula biasa saja menjadi menggebu-gebu, dan sebuah bunga tidurlah yang menyebabkannya. Aku mulai berpikir dua kali sejak bangun tidur tadi sampai di sekolah saat ini. Konyol memang.
            “Oke, terima kasih untuk kelas hari ini, Auf Widersehen.” Bahasa Jerman pagi Ini sudah ditutup. Kenapa hanya 2 jam pelajaran saja hari ini? Aku protes dalam hati sambil melihat guru Bahasa Jerman yang sudah tak nampak lagi dari tempatku duduk. Bahasa Jerman memang mata pelajaran yang aku sukai semenjak kelas X, sangat disayangkan apabila hanya  2 jam untuk hari ini. Padahal hari ini aku sedang bersemangat dan semangatku lebih menjadi berkali-kali lipat dari biasanya.
            “Manda! Sini cepet!” Tania melambaikan tangan ke arahku supaya ku cepat keluar kelas.
            “Apaan?” Aku melihat kearah yang ditunjuk Tania.
            “Itu……” Jari telunjuk Tania masih terangkat menunjuk punggung seorang laki-laki yang sedang berjalan santai menuju ruang seni musik.
            Aku terdiam dan menjerit dalam hati. Seorang laki-laki yang sedang bejalan menuju ruangan yang ada kurang lebih 6 meter dari ruang kelasku. Dia Ryo Diangga, anak kelas XII IPS. Ryo siswa baru di sekolah ini. Baru masuk sebulan yang lalu kira-kira. Parasnya yang tampan mampu membuat adik-adik kelasnya terpesona, apalagi teman sekelasnya (mungkin).
            Dia ngapain ya Tan?” Aku bertanya dan tidak mengalihkan pandanganku.
            “Mana aku tau.” Tania melenggang masuk ke kelas lagi.
            “Menurutmu Ryo orangnya kayak gimana?”
            “Nggak tau, tapi sih kayaknya dia orangnya rada cuek.” Tania memberi opininya tentang Ryo.
            “Masak sih?”
            “Ya mungkin, soalnya kan dia pindahan dari Jawa Barat, jadi mungkin dia kurang bisa beradaptasi dengan baik dan ini kan juga bukan lingkungannya, jadi mungkin dia agak cuek gitu.”
            “oooo.” Aku hanya ber-o ria dan mengikuti langkah Tania.
            Hari ini aku dan Tania memutuskan untuk tidak langsung pulang karena akan mengerjakan PR yang sedang menumpuk untuk minggu ini di depan kelas. Ku buka lembar demi lembar buku cetak yang baru saja aku pinjam dari perpustakaan tadi sewaktu istirahat untuk membantuku mengerjakan tugas mata pelajaran Sejarah. Tania pun juga tak beda, tapi dia lebih memprioritaskan pada tugas cerpennya. Kupandangi sekitar ruang kelasku untuk sekedar menggerakan kepalaku yang sedari tadi menunduk melihat ke arah buku.
“Kebersihan merupakan cerminan perilaku sehari-hari kita.”
“Disiplin dalam berbagai hal adalah bekal terbaik untuk hidupmu.”
Dan masih banyak lagi slogan-slogan yang tertempel pada dinding kelasku.
Seorang guru seni musik dengan dandanan agak-agak lebih menuju ke jaman dahulu berjalan ke arah kami, dan dengan seorang laki-laki yang kulihat tadi pagi yang berjalan lewat ruang kelasku, ya siapa lagi kalau bukan Ryo. Tak tau bagaimana ekspresi wajahku saat ini, mungkin sudah berubah dari semula. Oh my God, aku harus bagaimana ini? aku bertanya-tanya dalam hati. Aku berpikir keras, berpikir dan berpikir lagi. Semakin lama dia tidak semakin jauh jaraknya dariku dan Tania, tapi semakin dekat, ya semakin dekattt. Sedetik kemudian senyumku melebar dan melirik ke arah Ryo, itu adalah hasil dari usaha berpikirku yang amat keras tadi. Aku boleh berbangga hati, kenapa tidak? Ryo membalas senyumku. Dunia bagaikan dapat kupeluk dengan 2 tanganku ini setelahnya. Tania langsung menyenggolku.
            “Kau lihat Tania apa yang baru saja terjadi?” Aku bertanya pada Tania dan melihat Tania lekat-lekat setelah 2 makhluk tadi berlalu dari hadapan kami.
            “Hahaha, nekat kamu!” Tania membuang mukanya dari arahku.
            “Kok bisa?” Aku penasaran. Apa-apaan masak aku dibilang nekat untuk hal yang seperti itu.
            “Ya iyalah, nanti kalau dia tiba-tiba suka sama kamu dan dia ninggalin pacarnya cuma buat ngejar kamu gimana? Mikir nggak sih kamu?” Tania mulai serius, terlihat dari raut mukanya.
            “Apaan? Emang Ryo udah punya cewek???” Aku mulai tidak bisa santai dan ingin rasanya memprotes habis-habisan si Tania ini.
            “Ya siapa tau iya.” Dengan wajah tanpa dosa dia tetap berpendirian.
            “Makanya nggak usah sok tau dan sok dramatis deh, aku tau kalo kamu tadi cuma akting, dan maaf, akting kamu untuk saat ini buruk!” Jujur, aku tidak tau aku telah bicara apa barusan.
            “Ngomong apaan sih? Aku rasa dari tadi kita cuma bahas yang enggak-enggak deh.”Tania baru sadar.
            “Baru sadar kamu? Gaje banget kita ngobrol dari tadi ya?” Aku mulai sepaham dengan Tania yang sudah mengode aku untuk berkemas-kemas.
            “Pulang yuk? Siapa tau entar di parkiran ketemu Ryo.” Perkataan Tania yang baru saja membuatku terlonjak dari tempatku duduk dan bergegas untuk segera ke tempat parkir.
            “Pinter! Ketemu di tempat parkir Tan.” Aku bicara dan kakiku tetap pada posisi lari.
            Suasana lenggang aku temukan setelah sampai di tempat parkir. Hanya ada beberapa motor yang ada di tempat ini dan jumlahnya bisa dihitung memakai jari gorila (abaikan). Aku sapu bersih pandanganku ke tiap sudut tempat parkir yang luas ini. Tak kudapati seseorangpun di sana. Aku mulai putus asa, dan berjalan menuju arah motorku terparkir. Motor matic dengan balutan warna merah pada bodynya telah kutemukan masih pada posisinya seperti tadi pagi ketika aku memarkirkannya, hanya saja kaca spionku yang sebelah kiri menjadi lebih menghadap ke dalam.
            “Eh elo!” suara yang baru saja terdengar berasal dari arah belakangku. Aku menengok.
            “Aku?” aku menunjuk hidungku sendiri.
            “Ehe, iya.” Ryo mengulurkan tangan kananya, dan aku meraih tangan kananya dengan tangan kananku.
            “Ryo.” Ryo mengucapkan namanya bermaksud untuk memperkenalkan diri.
            “Manda.” Canggung banget rasanya, padahal hati udah menggebu-gebu eh kalau udah mata bertemu dengan mata jadi kikuk.
            Sorry nih ganggu, gue cuma mau ngasih ini.” Ryo menyodorkan sebuah kertas yang menurutku itu adalah sebuah tiket.
            “Ini apa?” tanyaku super bloon, ya itu namanya kertas dengan tulisan yang tertata rapi di atasnya lah (baca: tiket).
            “Itu tiket mini konser gue, rencananya sih gue mau ngadain mini konser yang mana di sana nanti gue akan menyanyikan beberapa lagu yang udah gue siapin sendiri. Ini mimpi gue selama 10 tahun belakangan ini, ya syukur gue bisa ngadain konser ini dengan bantuan bu Mala, hehe aduh sorry ini gue malah jadi curhat.” Ryo bercerita panjang lebar dengan gaya bicaranya yang wibawa.
            “Nggak apa-apa kok, oh jadi kamu belakangan ini lebih dekat dengan bu Mala karena project kamu ini to?” aku menanggapinya dengan santaiku yang kubuat-buat untuk menutupi rasa gugupku yang lebih mendesak.
            “Iya hehe, oh iya kita kan sebelumnya belum pernah ngobrol ya? Lo kelas berapa?”
            “Ehm anu.. eh gue eh maksudnya aku kelas XI Bahasa hee.” Dorr!! Gugupku mulai nampak dan mengganggu suasana. Ingin rasanya saat ini juga aku berlari menuju puncak Everest dan menghilangkan rasa gugupku di sana.
            “Hehe santai aja, oh iya maaf kalo bahasa gue eh maksudnya bahasaku nggak sopan, soalnya aku masih kebawa kebiasaan kalo ngobrol sama teman sebaya di Jawa Barat hehe.” Ryo tertawa kecil dan giginya yang rapi menjadi terlihat.
            “Oh jadi dari Jabar to? Oke salam kenal ya. Kapan mini konsermu itu?”
            “Tanggal 17 besok. Dateng ya Manda, maaf aku duluan ya. Thanks.” Ryo menarik gas motornya dan meninggalkanku sendiri di tempat kami ngobrol sekitar semenit yang lalu.
            5 menit kemudian aku dan Tania pulang dan meninggalkan lingkungan sekolah kami dengan ceritaku kepada Tania sepanjang jalan. Entah apa yang dipikirkan oleh orang-orang yang melihatku dengan Tania tertawa sendiri sepanjang jalan, tapi aku yakin mereka pasti berpikiran yang sama, kami gila, mungkin.
            Ini sudah tanggal 16 menurut kalender di rumahku dan aku yakin di kalender teman-teman, tetangga-tetangga dan saudara-saudaraku pun juga tanggal 16 untuk hari ini. ini tandanya H-1 mini konser Ryo akan di selenggarakan. Seperti biasa untuk mengisi waktu luangku aku membuka social media untuk menyegarkan pikiran. Setelah ku masukkan alamat URL nya tidak bisa memuat. Ahh sial! Rutukku dalam hati. Kenapa coba?
            Dengan langkah biasa dan bukan langkah tegap aku memasuki ruangan kelasku yang masih sepi, hanya ada 2 orang temanku di sana. Aku ingin sekali membuka akun twitter ku pagi ini dan seperti biasa melaksanakan aktivitas baru yang sudah hampir menjadi kebiasaan yaitu stalk timeline twitter Ryo. Masalahnya adalah dari handphone ku sendiri yang sudah tidak mau melakukan aktivitas browsing seperti biasa, aku pasrah saja, toh sepertinya tak akan ada hal buruk nantinya jika aku tak mengupdate twitterku untuk hari ini saja.
            “Selamat tanggal 16 Manda!!” Tania memukul bahuku dan spontan saja aku menengok ke belakang.
            “Tanggal 16? Aku rasa di tanggal 16 nggak ada yang ultah, apalagi yang jadian.”
            “Menurutmu? Ini kan artinya H-1 mini konsernya Ryo yang kamu tunggu-tunggu dari kemarin dan kemarin kemarinnya lagi.” Tania meletakkan tasnya di atas mejanya.
            “Tapi kan nggak usah lebay gini kaliii....” Aku mencubit pipinya.
            “Awww sakit taukk, ya biarin. Tau nggak persiapan yang dia bikin emang bener-bener total. Jadi besok kamu jangan lupa buat acaranya. Oke?”
            “Oke. Siap boss!!!”
            Gedung yang lumayan besar dengan balutan warna serba hijau muda dengan corak yang beragam sudah ada di depan mata sekarang. Tampak keramaian gladi bersih di sana. Entah mengapa kakiku membawaku ke gedung yang terletak hanya beberapa meter di samping sekolahku. Ku cari-cari sosok laki-laki yang akan menjadi bintang di gedung ini besok. Tania yang berada di sampingku dari tadi masih setia menemaniku jalan menyusuri tiap sudut gedung ini.
            Ryo yang hari ini memakai kaos coklat dengan motif kalimat di atasnya tampak datang menyambut kami dalam acara gladi bersih yang tidak formal tersebut.
            “Manda?” Ryo menepuk bahuku.
            “Eh Ryo, aku kesini cuma mau kasih kamu selamat udah menginjak H-1 acara kamu.” Aku langsung berbicara maksud tujuanku datang kesini.
            “Oh iya makasih ya, besok dateng kan ya?”
            “Pasti dong Yo.” Senyumku melebar melihat senyumnya yang tak berhenti ia kembangkan.
            “Besok ajak temen lo ini juga gak papa kok, hehe.” Ryo menunjuk Tania yang ada di sampingku.
            “Iyakah? Okedeh!” aku menunjukan jempol kananku.
            “Manda, kok lo gampang akrab banget sih kalo sama orang?” Pertanyaan Ryo mengejutkanku.
            “Maksudnya?” Tanyaku dengan tampang super ingin tahu.
            “Hehe ya nggak, menurut gue kitakan kenal belum lama, tapi lo udah mau dateng ke acara gue besok, eh iya, lo itu orang pertama lho yang gue kasih tiket itu hee.” Ryo bercerita panjang lebar dan kalimat terakhir yang ia ucapkan itulah yang membuatku seperti terbang ke angkasa.
            “Wah yang bener Yo? Tersanjung jadinya haha, ya aku ya begini. Tapi alasanmu ngasih aku tiket itu kan juga aku nggak tau.”
            “Hehe alasannya sih ya soalnya lo orang pertama yang gue temuin sewaktu tiket gue kelar di cetak hahaha..” Ryo tertawa, baru kali ini aku tahu kalau dia bisa tertawa selepas itu.
            “Hmm jadi gitu, okelah.”
            Panjang lebar aku dan Ryo ngobrol di teras gedung itu. Tak terasa waktu sudah semakin sore dan aku harus pulang ke rumah. Besok adalah hari yang paling kutunggu sejak 2 minggu yang lalu. Aku pamit dan pulang bersama Tania.
            Inilah hari dimana aku bisa melihat Ryo bernyanyi dengan gagahnya dan membuat seluruh penonton yang hadir akan terkagum-kagum olehnya. Hari ini bertepatan dengan hari Minggu jadinya persiapan untukku menghadiri mini konser Ryo lebih tertata.
            Pukul 13.00 aku sudah siap setelah kurang lebih 1 jam aku berpatut diri di depan cermin. Busana dengan warna pink keunguan sudah membalut badanku begitu pula Tania yang juga bersiap diri di rumahku sudah siap dengan balutan busana warna biru sebagai dasarnya dan aksesoris penunjang pakaiannya yang mana membuat Tania lebih anggun dan cantik dari biasanya.
            Setelah sampai di gedung tempat mini konsernya Ryo diadakan aku dan Tania duduk di kursi saf ke 2. Belum banyak penonton yang hadir, untuk itu aku memutuskan untuk keluar dulu. Aku menyusuri jalan menuju tempat persiapan, tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan seseorang dengan telepon. Betapa terkejutnya aku, ketika aku dapat menyimpulkan dari percakapan orang tersebut.
            Kecewa, tapi apakah aku harus pergi meninggalkan gedung ini? aku memutuskan untuk tetap di sini. Aku kembali teringat kejadian beberapa menit yang lalu. Aku mendengar bahwa Ryo membuat mini konser ini untuk membuat kenangan yang indah di sini sebelum ia harus pindah ke Singapura bersama keluarganya. Entah mengapa alasan Ryo hanya beberapa minggu saja bersekolah dan tinggal di sini. Bahkan, dia di sini hanya mengurusi mini konsernya bukan untuk belajar. Tak adil rasanya ketika aku sudah merasa nyaman berteman dengannya, ia harus segera pindah setelah konser ini selesai.
            Memang ini mimpinya, tapi apakah dia akan mewujudkan mimpinya dan kemudian pergi meninggalkan luka di hati orang-orang yang menyayanginya di sini? Apa mungkin aku yang terlalu berlebihan?
            Mini konser Ryo sebentar lagi dimulai dan sudah terlihat banyak penonton yang memadati gedung ini. Mayoritas dari mereka adalah siswa di sekolahku. Aku sama sekali tak tertarik untuk melanjutkan menonton konser Ryo. Karena mimik mukaku yang sedari tadi tidak memasang mimik yang ceria, Tania bertanya padaku.
            “Kamu baik-baik saja Man?”
            “Ya mungkin.” Aku masih tak bersemangat.
            “Kamu kenapa sih?”
            “Enggak tau nih.” Kataku enteng dan itu membuat Tania berhentu bertanya padaku dan memilih untuk konsentrasi pada pandangannya.
            “Tan...” Aku memanggil Tania lirih.
            “Ya??” Dengan wajah penasaran Tania menghadap ke arahku.
            “Kalo seandainya ini konser perpisahan Ryo sebelum dia harus pergi gimana?” Aku bertanya dengan perasaan takut.
            “Maksudnya? Ryo mau pindah ke mana emang?” Tania benar-benar tidak tahu menahu tentang rencana Ryo ini yang menurutku sangat mengejutkan.
            “Aku tadi nggak sengaja mendengar percakapan Ryo dengan seseorang di telepon bahwa Ryo mengatakan ini adalah konser yang ia buat sebelum dia ke Singapura buat tinggal menetap di sana.” Aku menjelaskan dengan tidak bersemangat. Mimik muka Tania berubah menjadi sangat khawatir dan bahkan dia tidak bisa berkomentar apapun dengan penjelasanku.
            Konser Ryo dimulai. Sebagai pembuka di acara ini Ryo menyanyikan sebuah lagu dari Jason Mraz I’m Yours. Betapa auranya terpancar ketika dia menyanyikan lagu tersebut. Aku menikmati persembahan lagu pertamanya. Lighting dan tata panggung yang sempurna menambah suasana yang menyenangkan di gedung ini.
            Tak terasa waktu sudah berputar 2 jam, ini artinya konser Ryo sudah mencapai puncaknya. Sebelum dia menyanyikan The Last Song nya dia memberikan sepatah dua patah kata terlebih dahulu.
            “Semuanya.. makasih kalian udah mau ngikutin konser ini sampai acara penghujungnya. Makasih buat kalian yang udah mau ngeluangin waktu di hari minggu kalian. Makasih supportnya buat temen-temen sekolah gue. Oh iya gue mau cerita sebuah pengalaman gue kenapa bisa sampai mewujudkan impian gue buat ngadain mini konser gue ini. Sebelum gue pindah ke sini ke Yogyakarta ini, gue dulunya tinggal sama orang tua gue di Jawa Barat, tepatnya di Bandung. Gue pindah ke sini karena gue ada masalah di Bandung dan masalah itu akan bikin hidup gue stress kalo gue lama-lama di sana. Di Jogja ini gue belajar sekaligus nyiapin mini konser gue ini bareng guru seni musik yang luar biasa yaitu Bu Mala. Di Jogja gue sendiri, dan ortu gue ke sini ya baru sekarang ini. Beliau ada di kursi saf terdepan. Makasih ya Ma, Pa, kalian udah mau dateng ke mini konser Ryo. Ada yang tau nggak kalo konser gue buat karena apa?” semuanya bersahut-sahutan menjawab. Dan kebanyakan dari jawaban yang ku tangkap, mereka menjawab seperti apa yang aku takutkan.
            “Hahaha kok kalian bisa tau? Oh iya ya, tempo hari kan gue nulis di akun twitter gue tentang ini. gue mohon doa restu dari kalian, gue sama ortu gue bakal pindah ke Singapura setelah acara ini selesai karena ada suatu hal yang tidak bisa di tinggalkan di sana. Okee mari kita play lagu terakhir kita. Semoga kalian suka dan akhir kata You Are Rock Guyss!!!” kemudian Ryo menyanyikan lagu terakhirnya yang ia ciptakan sendiri.
            Aku dan Tania saling berhadapan ketika Ryo harus segera beranjak pergi. Tanpa basa-basi lagi dan menunggu apapun aku dan Tania segera berlari ke backstage untuk mencari Ryo. Kaki ini tak merasakan lelah ketika harus mengantarkanku ke sana kemari. Akupun mengedarkan pandanganku untuk mencari keberadaan seorang laki-laki dengan pakaian kombinasi kaos putih ditutup dengan rompi berwarna coklat muda, celana jeans hitam serta topi coklat tadi yang sudah pergi turun setelah menunjukan aksi yang luar biasa ketika berada di panggung 15 menit yang lalu.
            Bagaikan daun jatuh yang langsung tertiup angin dan tak tau kemana daun itu jatuh, Ryo sekarang tak bisa aku temukan. Kecewa yang aku rasakan malam ini, ingin menangis rasanya. Aku membuka akun twitter ku disaat perjalanan pulang, ya mungkin ini adalah satu-satunya cara untuk menghilangkan sedikit rasa kecewaku. Tampak sebuah tweet baru telah diposting semenit yang lalu.
            @ryryoo17: Terimakasih buat kalian yang udah ngeluangin waktunya buat mini konser gw td. Ilysm guys!!
            Buru-buru aku membuka akun tersebut dan membaca dari bagian atas timeline hingga pertengahan aku ternganga, ada sebuah tweet yang ia poskan pada tanggal 16 lalu.
            @ryryoo17: ga kerasa udah H-1 konser gw. Ga kerasa juga ini hari terakhir gw di Yogya. Padahal gw udah suka sama kota ini. ya hars gmn lagi. Semangat yooo J
            Jadi selama ini aku saja yang tidak tahu menahu perihal rencana pindah Ryo. Aku mengutuk diriku dalam hati dan ingin berlari sekencang mungkin mengejar bayang Ryo yang selama ini selalu berlari-lari di dalam pikiranku.
Rasa ini dulu hanyalah sebuah perasaan biasa, perasaan mengagumi bagaikan antara fans dengan idolanya. Namun, karena mimpi itulah yang bisa mengubah perasaanku ini hanya dalam sekejap. Walaupun kau tak tahu bahwa kaulah yang menjadi alasan dibalik senyumku setiap pagi, alasan ketika aku menjadi bersemangat untuk sekolah dan dalam hal positif yang lain. Belum sempat aku memberimu ucapan terimakasih karena hal-hal itu, kau sudah harus pergi dan sayangnya aku tak bisa menemukanmu lagi.

-TAMAT-








Tidak ada komentar:

Posting Komentar