“Kriinnggg....
kringgg....kringggg...” suara bising itu
muncul kembali mengganggu posisi nyamanku di tempat tidur setelah beberapa
minggu ini aku tidak mendengarnya di pagi hari. Langsung saja kuraih alarm yang
berada tepat di sampingku. “Selamat pagi, Riri. Sudah siapkah kamu menempati
kelas baru untuk 2 semester kedepan?” aku menyemangati diriku sendiri dalam
hati.
Aku persiapkan diriku sebaik mungkin
pagi ini, aku tidak mau merusak mood-ku
untuk hari ini, karena hari ini hari pertamaku masuk sekolah di kelas baruku
dan di semester yang baru pula. Setelah menyantap sarapan, seperti biasa aku
langsung menuju ke pinggir jalan untuk mencari bus langgananku yang biasa
mengantar aku dan teman-temanku ke sekolah. Pikiran dan hatiku sudah berlari
dan terbang mendahuluiku ke sekolah, mungkin aku terlalu bersemangat untuk
bertemu dengan teman-teman hari ini.
“Kamu masuk kelas A, Ri! Ciee..
selamat ya!” kata salah seorang temanku itu menyambutku di lobi sekolah. Rasa
kaget, senang dan tidak percaya tercampur aduk menjadi satu dalam hati. Kakiku dengan
cepat aku ayunkan menuju papan pengumuman dimana kertas pemberitahuan kelas
baru itu ditempel. Sesampainya disana, jari telunjukku mulai meraba-raba papan
itu, mencari-mencari namaku di daftar siswa kelas IX A tahun pelajaran
2011/2012. “Benar? Yang benar saja aku masuk ke kelas A?” pekikku dalam hati.
Aku mulai keluar dari gerombolan yang makin ramai memadati papan pengumuman
ini.
Aku berdiri tepat di depan kelas IX
A, kelas baruku. Agak kurang percaya diri memang, tapi bagaimanapun juga aku
harus masuk ke kelas. Kupandangi setiap sudut ruangan ini, sudah banyak
teman-temanku disini. Setelah kupandangi mereka, aku duduk di bangku pinggir
nomor 3 dari depan. “Hai, Ri! Kamu masuk kelas A sama seperti kembaranmu ya?”
kata Ika, teman satu kelas. Aku memang masuk ke kelas A dan itu artinya aku
juga menjadi satu kelas dengan Tira, saudaraku. “Iya hehe, salam kenal ya”
kataku sembari melemparkan senyum kepada Ika dan teman-teman lain.
Hari ini masih bebas belum ada
kegiatan belajar mengajar, aku dan teman-temanku pergi ke lapangan untuk
melihat calon adik kelas yang sedang mengikuti kegiatan MOS dengan menggunakan
pakaian dan perlengkapan yang terlihat aneh, begitulah teman-teman dan aku
menyebutnya. Langkah kami terhenti pada taman sebelah timur lapangan upacara
tempat kegiatan MOS berlangsung. “Ri, kalau sama kami santai aja ya, nggak usah pakai acara nggak enak, kita kan sudah jadi satu
kelas. Jadi biar tambah akrab” kata Tyas membuka obrolan kali ini. “Siap!”
jawabku singkat.
Hari demi hari, bulan demi bulan aku
mulai akrab dengan Tyas, Dwi, Ika, Adis, Imah dan tentunya Tira. Kami mulai
merasa klop ketika mengobrolkan
sesuatu. Aku merasa menjadi orang yang tambah konyol ketika aku bersama mereka, dan aku juga merasa menjadi orang
yang tambah bahagia ketika aku bersama mereka.
***
Pagi ini sang surya masih malu-malu
untuk keluar dari sarangnya. Aku mempersiapkan diri untuk masuk sekolah hari
ini. Kusambar handuk berwarna biru bermotif polkadot
di rak handuk. Hari ini sesuai jadwal sekolah ada kegiatan jam tambahan untuk
siswa kelas IX. Kebetulan, kelasku meminta wali kelas untuk menambah jam pagi
bukan jam siang. Selesai mandi, aku bersiap-siap pergi ke sekolah dengan bus
langgananku.
“Hai! Apa kabar?” tanyaku iseng-iseng sembari melontarkan senyum
lebar kepada mereka.
“Kenapa kau, Ri? Sehat kan?” Adis
tidak menjawabnya tapi malah balik bertanya.
“Adikmu tak apa-apa kan, Ra?” tanya
Ika pada Tira.
“Kalian ini, tidak menjawab malah
saling tanya!” kataku ketus.
“30 hari lagi!” tiba-tiba Imah
melontarkan suaranya.
Semua terdiam, tidak terasa 1 bulan
lagi kami akan menempuh Ujian Nasional. Itu artinya setelah Ujian nanti,
setelah pengumuman nanti kami akan berpisah sekolah.
“Kamu jadi melanjutkan ke SMA 2?”
tanya Tyas padaku.
“Insyaallah, yas.” Jawabku singkat.
Aku dan Tira berencana akan
melanjutkan sekolah ke SMA 2, sedangkan Ika, Dwi dan Adis berencana ke SMA 1,
Imah ke Pondok Pesantren dan Tyas akan ke SMK 1. Kami akan berbeda-beda sekolah
nantinya. Lama kami terlarut dalam renungan kecil, Dwi tiba-tiba............ duaarrr!! Kami jelas tersontak kaget,
teman-teman lain juga langsung memasang wajah heran pada Dwi.
“Hehehe, maaf” Dwi memasang wajah
tak bersalah.
“Masih sehat kan kamu? Kenapa kamu
tiba-tiba memecahkan botol minuman itu?” Tyas menanggapi.
“Iseng tauk. Lagian pada diem-dieman.
Nggak lucu!” Dwi memasang wajah cemberut.
“Hahahaha...” kami pun tertawa lepas
melihat tingkah Dwi yang seperti anak kecil, padahal kalau kami sedang
berkumpul, Dwi termasuk orang yang paling cerewet diantara kami.
***
1 bulan lebih sudah Ujian Nasional
digelar. Kini, aku dan teman-teman sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan untuk perpisahan dan pengumuman hasil Ujian yang akan tiba beberapa
jam lagi.
“Gimana, mah? kamu diterima kan di
Pondok itu?” Tanyaku pada Imah.
“Alhamdulillah.” jawab Imah penuh kegembiraan.
“Cie, kapan mulai ke Pondok?”
tanyaku seraya menjabat tangan Imah.
“Mungkin sehabis pengumuman mulai
berangkatnya.” Imah menjawab dan menyambut jabatan tanganku.
“Kalau kalian kapan pendaftaran SMA
nya?” tanya Imah menyambung kata-katanya tadi.
“Tanggal 2 Juli, masih lama kok.”
Jawabku singkat.
Gedung sekolah yang sudah beberapa
minggu ini sudah jarang kami kunjungi masih mempunyai banyak kenangan yang siap
akan kami tampung pada tanggal 2 Juni besok yang mana hari itu dapat kami
ketahui bersama hasil UN kami 1 bulan yang lalu. Aku dan teman-temanku
menyusuri satu persatu tiap sudut sekolah ini, sekedar untuk bernostalgia saja.
Baru
aku tersadar banyak kenangan yang nanti pasti akan selalu kuingat ketika aku
sudah berseragam putih abu-abu nanti. Tidak terasa waktu terasa cepat ketika
aku bersama teman-temanku.
Kursi-kursi untuk perpisahan sudah
terjajar rapi dan panggung sudah disiapkan dari dekorasi dan macam-macam
peralatannya. Kurang sedikit lagi ruang
kelas VII C sampai VII E ini akan menjadi sebuah layaknya gedung perpisahan
yang betul-betul menawan. Sound dan
peralatan untuk pengisi acara sudah disiapkan di belakang panggung. Aku
menghela nafas panjang dan mengamati seluruh bagian ruangan ini. Sempurna!
Kataku dalam hati. “Semoga hasilnya besok pun juga akan sesempurna dekorasi
ruangan ini.” Aku berharap dalam
hati.
Setelah beberapa saat kami
berbincang-bincang tentang acara besok, aku memutuskan untuk pulang ke rumah
dan mempersiapkan diri untuk besok.
Malam harinya, aku tidak bisa tidur.
Aku masih memikirkan bagaimana pengumuman besok. Jam sudah menunjukkan pukul
20.00 tapi aku masih sibuk mencari berita tentang kelulusan SMP-ku. Rasa deg-degan mampu mengalahkan rasa
kantukku malam ini. Aku menemukan berita di salah satu situs web yang mengatakan seluruh siswa di SMP-ku dinyatakan LULUS
100%. Deg! Badan mendadak menjadi dingin, jantung berdebar begitu kencangnya.
Tetapi...................... ddrrttt..
ddrrttt.... handphone-ku berdering, dengan tangan yang masih dingin kutekan
symbol amplop di layar handphone-ku. Ternyata dari Tyas.
Dari:
Tyas
“Tolong dong di cek itu tanggalnya.
Jangan-jangan berita tahun kemarin.”
Pesan
Tyas barusan membuatku tersadar akan hal itu, aku lupa tidak mencari tahu itu
berita kapan. Bodoh! Aku mengumpat dalam hati. Dengan segera aku menggerakkan pointer di layar komputer mencari
tanggal pembuatan berita tersebut. “Hahaha.. dasar kutil! Kurang teliti!”
kataku dalam hati mencoba menenangkan diri.
“Benar, Yas! Tahun kemarin. Hehe”
balasku pada Tyas.
Kurang puas aku sebenarnya akan
diriku sendiri yang tak mampu mencari tahu tentang berita kelulusan itu. Tetapi
kini mataku sudah memaksaku untuk memejamkannya, kali ini benar-benar tak bisa
diajak kompromi. Aku turn off-kan
komputerku, aku mengingatkan Ibuku untuk hadir mengambil hasil Ujianku besok
siang. “Jangan lupa ya, Bu. Jangan terlambat juga ya kalau bisa.” Pintaku pada
Ibuku. Ibu hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Okay! Selamat malam! Semoga mimpi indah!
***
2 Juni 2012.
Suasana sekolah hari ini nampak beda.
Teman-temanku sudah nampak lebih segar untuk hari ini, kami berniat untuk
meneriakkan kata “LULUS!!!!” secara bersama nanti setelah pukul 14.00. Aku dan
Tira menemui Tyas dkk yang sudah berada di samping gedung kelas yang nantinya
akan menjadi tempat untuk perpisahan kami. Tidak bisa kusembunyikan rasa
gelisahku yang kerap kali muncul ketika aku teringat akan momen yang akan
terjadi pada pukul 14.00 nanti.
“Sepertinya gugup sekali kamu hari
ini.” kata Dwi yang menangkap basah kegelisahanku.
“Eh.. eh. Iya ini.” sial! Grogiku
muncul.
“Hahaha, santai saja. Kita pasti
lulus!” Dwi meyakinkan kami.
“Ammiinnnnnn...” sahut kami
bersamaan.
Pukul 08.00, acara perpisahan belum
juga dimulai. Kami yang sudah menunggu dari tadi dan sudah duduk semakin tidak
karuan perasaannya. Tidak sedikit dari mereka yang juga gelisah sepertiku.
Seperti mengerti keadaan temannya, sang pembawa acara yang tidak lain juga
adalah siswa kelas IX membuka acara perpisahan hari ini. Aku sangat menikmati
acara ini. Disela acara itu, Ika yang duduk di sebelahku memukul pundaku dan
reflek saja aku menengok kearahnya.
“Ada apa?” tanyaku.
“Pinjem hape, boleh?” Ika menjawab pertanyaanku dengan mengangkat-angkat
kedua alisnya.
“Oh, boleh, nih.” Kataku sambil
meyerahkan handphone-ku.
Aku mengembalikan konsentrasiku ke
tarian yang sedang dibawakan oleh temanku dan adik kelasku, entah apa nama
tarian itu, yang jelas mereka tampak gemulai sekali memainkan selendang yang
terurai di samping kanan kirinya. Ika yang sudah selesai berurusan dengan handphone-ku kembali memberikannya
padaku. Aku menyentuh tombol lock di
layar hapeku dan membaca coretan kecil yang iseng Ika tulis di handphone-ku.
Kala suatu hari kita tak dapat bertemu lagi,
Janganlah pernah kau lupakan
kenangan kita.
Setidaknya kau ingat bahwa kau
pernah mengenalku.
Kan selalu kuingat senyum manismu,
Wahai sahabatku.....
Aku tersenyum membaca tulisan itu. I will aways remember you, like me always remember to breathing every
day.
Rasanya 5 jam terasa cepat untuk hari ini,
aku menengok jam yang ada di layar handphoneku yang menunjukkan pukul 13.30.
Jantungku seperti semakin cepat berdetak dan tidak karuan.
Akhirnya jam di handphone-ku sudah menunjukkan pukul 14.00. Wow! Pekikku dalam hati. Buru-buru aku menghampiri gerombolan orang
tua/wali murid yang mulai berdatangan untuk mengambil hasil Ujian putra-putri
mereka. Aku mencari sosok Ibuku disana. Tapi hasilnya Nihil! Aku belum
menemukan Ibuku. Mulai gelisah aku menunggu Ibuku, bagaimana kalau nanti Ibu terlambat di hari special ini?
5
menit berlalu, tetapi yang kudapati bukan wajah Ibuku tetapi wali kelasku yang
sudah berjalan membawa amplop-amplop putih ditangannya. Keringat dingin mulai
membasahi badanku.
“Lihat itu, Ri! Bapak datang!” suara
Tira membuyarkan lamunanku.
“Yang benar?” jawabku tak percaya.
Aku langsung menengok ke arah Bapak.
Tak percaya aku melihat beliau berada disini. Ingin rasanya aku menangis
bahagia karena aku melihat Bapak disini, karena sebelumnya yang aku tahu Bapak
sedang berada di luar kota untuk mengikuti Diklat.
“Katanya belum pulang?” tanyaku pada
Bapak.
Bapak hanya tersenyum kecil dan melanjutkan
jalannya menuju kelasku. Aku menghela nafas lega.
Tidak hampir setengah jam bapak
masuk ke kelas, bapak sudah keluar membawa amplop hasil Ujianku dan Tira. Aku
mengikuti bapak dari belakang menuju depan lobi.
“Bagaimana pak?” tanyaku pada bapak.
“Ini” jawabnya singkat sembari
memberikan amplop itu padaku.
Aku buka amplop itu, kata pertama
yang kucari dikertas adalah kata LULUS. Yes!
Alhamdulillah aku menemukannya. Aku tahan air mataku agar tidak tumpah. Di
depan lobi aku bertemu dengan Dwi, kami pun saling berpandangan dan kemudian
tawa kami terpecah.
“Selamat
ya!” kataku pada Dwi seraya disambut gelak tawa dari Dwi dan Tira.
“Oke.
Oke! Kita Lulus ya” jawab Dwi.
Setelah bercanda-canda dengan Dwi,
aku dan Tira pulang. Tak sabar memberi kabar bahagia ini pada Ibu dan Bapak.
***
14 Juli 2012
Hari ini hari masuk pertama untuk
mengikuti pra-MOS di SMA 2. Tak kusangka kini sebentar lagi aku akan memakai
seragam putih abu-abu. Kini aku akan berpisah sekolah dengan Ika, Dwi, Tyas,
Imah dan Adis. Aku berharap tali persahabatan yang telah kami rangkai ini
nantinya tidak akan merenggang selama kami tidak saling berkomunikasi. Kuambil handphone-ku dari tas, kutekan pesan
untuk Dwi, Adis, Tyas, Imah dan Ika sembari menunggu acara pembagian kelompok
MOS yang belum dimulai.
“Jangan lupa kenangan-kenangan kita
selama ini ya. Love you.” Begitulah aku mengetiknya. Kukirim
kepada mereka pesan itu.
Priiitt... ppprriiitt.... Suara
peluit itu memaksaku untuk meletakkan handphone
kedalam tasku. Kemudian aku berlari ke lapangan basket yang terlihat sangat
bersih itu. “Ayo ayo cepet dek.” Suara menggelegar itu datang dari sesosok
kakak kelas yang sudah berdiri di tengah-tengah lapangan basket yang luas itu.
Kami sebagai adik kelas yang baru
mencoba untuk disiplin dan mematuhi apa yang diperintahkan kakak kelas kami.
Tidak sampai memakan waktu yang lama, barisan yang memanjang ke samping kanan
kiri sudah beridiri dengan rapi. Kami mendengarkan apa saja yang dibicarakan
oleh guru yang memperkenalkan dirinya sebagai Pak Wawan itu.
Setelah hampir 15 menit aku berdiri
bersama teman-teman baruku, aku menuju tempat dimana tasku aku letakkan. Aku mengecek handphone yang sudah kutinggal di tas tadi dan melihat apakah ada
pesan baru atau tidak. Satu pesan baru muncul di layar handphone-ku dan segera aku membukanya.
“Iya, Ri. Insyaallah kita akan
saling mengingat ya, walau raga kita tak pernah bertemu dan berkomunikasi namun
hati kita akan selalu menjaga tali persahabatan kita.”
Balas Dwi.
Aku
lega membaca balasan dari Dwi tadi. Namun, aku masih mencari-cari kemana yang
lain? “Kenapa tidak membalas pesanku? Mungkin, mereka sedang sibuk dengan
kegiatan mereka di sekolah mereka yang baru”.
Pikirku mencoba menenangkan diri.
***
Beberapa bulan kemudian, mereka
masih jarang sekali memberi kabar atau hanya sekedar mengucapkan kata-kata
indah sebagai penambah semangatku. Aku juga tak bisa sepenuhnya menyalahkan
mereka, karena aku sendiri juga menyadari kalau aku juga jarang memberi mereka
kabar. Siang ini aku sempatkan membuka pesan dari Ika beberapa bulan yang lalu
yang ia tulis di handphone-ku. Aku
menyadari kalau sudah lama aku tak bertemu dengan dia dan juga sahabatku yang
lain. Beberapa hari lagi aku akan berulang tahun yang ke-16. Apakah mereka masih mengingat tanggal kelahiranku? Disini aku hanya bersama Tira
dan juga teman-teman lain yang siap mendengarkan setiap keluhan-keluhanku.
Siang
ini aku asyik online di akun twitter untuk menghilangkan rasa
jenuhku. Belum lama aku memasuki dunia maya tersebut akun twitter dengan avatar yang
tak asing dimataku muncul di daftar timeline-ku.
Akun itu tak lain adalah akun twitter dari
Adis.
@adiskinan04:
kamu pada kemana tah? Mungkin aku memang tidak punya teman, lagi sibuk mungkin.
J
Begitulah
akun itu berkicau. Hatiku semakin merasa kalau tali persahabatan itu mulai ada
perenggangan, tapi aku berharap tidak. Kicauan itu seakan memberi isyarat
kepadaku untuk lebih mengulas tweet-tweet
yang Adis tulis pada akunnya tersebut.
Benar saja aku menemukan kicauan yang mengganjal lagi.
@adiskinan04:
punya teman tapi seperti tak punya teman.
Bukan
hanya itu saja, aku juga merasa iri ketika Ika, Tyas dan Dwi asyik dengan teman
SMA-nya. Aku memberanikan diri untuk memberi isyarat kepada mereka kalau aku
sebenarnya rindu akan kebersamaan kami, aku tulis sebuah status di akun facebook-ku.
Semoga
apa yang telah kita jalin akan terus terjaga walaupun kita tak mesti bertemu
dan berkumpul, walaupun terpisahkan jarak dan waktu. #CRASH
Beberapa
menit setelah status itu masuk ke
daftar halaman beranda tidak ada
dampak apa-apa yang muncul. Melihat kondisi seperti ini, aku tidak mau hubungan
persahabatan kami merenggang. Akhirnya aku putuskan untuk memberi pesan kepada
mereka.
Kepada
: Dwi, Adis, Ika, Tyas
“Maaf kalau beberapa bulan ini aku
jarang memberi kabar kepada kalian tentang kondisiku. Aku harap kalian masih
menjaga hubungan persahabatan kita.”
Satu jam berlalu, aku masih menunggu
balasan dari pesanku tadi. Namun, tidak ada satu pesan pun yang masuk. “Tega
sekali mereka. Mungkin mereka sudah tak menganggapku lagi.” Pikiran itu sudah
menyelimuti otakku. Aku harus bagaimana?
***
25 Januari 2013
Tanggal yang setiap tahun pasti
berkesan ini hadir lagi. Hari ini aku dan Tira genap berusia 16 tahun. Aku
berangkat sekolah dengan hati yang lebih bersemangat. Walaupun aku mengira
salah seorang dari Dwi, Adis, Ika dan Tyas memberi ucapan dan doa pagi ini.
Kulangkahkan kakiku menuju kelas dengan wajah yang lebih berbinar-binar.
Teman-temanku sudah banyak yang
memberiku ucapan dan doa-doa. Bahkan ketika aku
istirahat.................................
Surprise!!! Teman-temanku ternyata memberiku kue ulang tahun. Diluar
dugaan! Aku benar-benar kaget dibuatnya. “I’m
so happy today!” Pekikku dalam hati.
Pagi berganti siang, matahari mulai
beranjak ke atas. Kemeriahan kelas pagi tadi masih membekas dalam ingatanku,
aku tidak percaya teman-teman akan se-heboh itu merayakan hari ulang tahunku
ini. Siang ini aku mengecek akun facebook
dan twitter, “Siapa tau nanti
mereka sudah memberiku ucapan.” Kataku dalam hati. Sudah banyak teman-teman facebook-ku yang memberiku ucapan tapi
dari daftar nama mereka tidak ada akun facebook
dari Dwi, Adis, Tyas, dan juga Ika. “kemana mereka? Apa mereka benar-benar
sudah lupa?” Tanyaku pada Tira. Tira hanya menggelengkan kepalanya.
Malam harinya aku sudah membuang
harapanku pada keempat sahabatku. Aku menganggap mereka benar-benar lupa akan
tanggal ini.
Ddrrrttt....... dddrrrttt........
Handphone-ku tiba-tiba saja bergetar menandakan bahwa ada
pesan masuk. Aku buka symbol amplop
pada layar handphone. Tak ku duga
pesan itu dari Adis!
“Aku memang bukan yang pertama
ngucapin met ultah, aku pengen jadi orang yang ngucapin ultah waktu akhir.
Selamat ulang tahun semoga apa yang
diinginkan tercapai, selalu dalam lindungan Allah SWT, sehat, dimudahkan dalam
menjalani hidup, makin dewasa dan semua yang terbaik.
Maaf hanya doa yang bisa kuberikan.
JANGAN KIRA KAMI LUPA :-D”
Selang
beberapa menit ada pesan masuk lagi. Kali ini dari Dwi.
“Selamat malam kawan.
Selamat atas bertambahnya umur
kalian, Allah masih mengizinkan kalian untuk melihat dunia hingga umur ke-16
ini dan mudah-mudahan seterusnya. Aku sedikit kecewa karena aku tak bisa
disamping kalian untuk menyambut angka baru di hidup kalian. Tapi tak apa yang
jelas aku tak mungkin lupa dengan hari paling bersejarah bagi kalian.
Ya.. mungkin T E L A T tapi itu S E
N G A J A *hehe* banyak yang berlomba-lomba untuk menjadi orang pertama yang
mengucapkan ultah, tapi aku agak belakangan agar smsku ada diurutan TERATAS
dalam inboxmu dan aku berharap ada diurutan teratas daftar sahabat Sejati dalam
hidupmu.
Semoga di umur kalian hingga
seterusnya kita masih bisa seakrab dulu. Ada seseorang yang mengatakan “sahabat sedekat apapun mereka kalau sudah
terpisah jarak, kebanyakan akan lupa” aku harap itu bukan kalian.. Semoga
harapan kalian dapat terkabul. Amin”
“hahaha,
sial! Kena aku.” Kataku pada Tira dengan menahan air mata yang akan menetes.
Ternyata mereka bersatu untuk mengerjaiku. Lega rasanya setelah tau kalau mereka tidak lupa denganku. Kini aku sadar kalau mereka benar-benar menyayangiku.
Ternyata mereka bersatu untuk mengerjaiku. Lega rasanya setelah tau kalau mereka tidak lupa denganku. Kini aku sadar kalau mereka benar-benar menyayangiku.
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar